FREELAND news- Pimpinan Yayasan DIA, Ustad MM,, 30 tahun, dilaporkan ke Komisi Nasional Perlindungan Anak atas dugaan pencabulan bermodus latihan hypnoterapi. Korban adalah AL 14 tahun, AK 17 tahun dan SL 16 tahun. Ketiganya merupakan anak yatim yang sudah belajar sekitar tiga tahun di yayasan tersebut.
"Pada awalnya ustaz itu selalu minta untuk dipijit, di bahu, di kaki, di dada terus korban dihipnotis. Korban dipanggil dalam satu ruangan tertutup dan biasanya malam hari. Diiringi dengan musik ustaz MM memberikan sugesti untuk membayangkan artis idola korban atau membayangkan sesuatu," kata kuasa hukum korban, Abu Bakar J. Lamatopo, kepada para wartawan di kantor Komnas PA, Jalan TB Simatupang, Selasa, 11 Desember 2012
Orangtua korban AL dan AK, mengungkapkan bahwa perbuatan cabul ustaz itu pernah mereka laporkan ke Polres Jakarta Selatan, pada 9 Oktober 2012 dengan Laporan Nomor: LP/1964/K/X/2012/PMJ/Resto Jaksel tanggal 09 Oktober 2012. Pada 26 November 2012 MM ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat Pasal 290 KUHP tentang Pencabulan dengan hukuman 7 tahun penjara. Tapi sang ustaz tidak ditahan.
"Kami merasa ini sangat tidak adil. Polisi di mana keadilan itu. Anak kami sudah menjadi korban, tapi tersangka bebas, kami minta pelaku cepat ditangkap. Kalau pelaku bebas bagaimana anak kami pak polisi tolong ditegakan keadilan," ujar RS ibu dari AL.
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, mempertanyakan langkah penyidik Polrestro Jakarta Selatan karena menjerat pelaku pencabulan di bawah umur dengan Pasal KUHP. Padahal, UU RI telah mengakomodasi hal tersebut dengan Undang-Undang Perilndungan Anak (UUPA).
"Penggunaan Pasal 290 KUHP tersebut mengoyak rasa keadilan. Dari pengalaman melakukan advokasi anak di bawah umur yang menjadi korban pelecehan seksual, selayaknya pelaku dijerat dengan Pasal 82 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak untuk pasal primer. Adapun Pasal 290 KUHP hanya digunakan sebagai pasal subsider" kata Arist.
Menurutnya pasal pada KUHP memiliki kelemahan dalam menjerat pelaku pencabulan anak di bawah umur. Di pasal itu memungkinkan pelaku berdalih perbuatan cabulnya didasarkan pada azas suka sama suka. Sementara, dalih tersebut tak berlaku pada Undang-Undang Perlindungan Anak.
"Pada awalnya ustaz itu selalu minta untuk dipijit, di bahu, di kaki, di dada terus korban dihipnotis. Korban dipanggil dalam satu ruangan tertutup dan biasanya malam hari. Diiringi dengan musik ustaz MM memberikan sugesti untuk membayangkan artis idola korban atau membayangkan sesuatu," kata kuasa hukum korban, Abu Bakar J. Lamatopo, kepada para wartawan di kantor Komnas PA, Jalan TB Simatupang, Selasa, 11 Desember 2012
Orangtua korban AL dan AK, mengungkapkan bahwa perbuatan cabul ustaz itu pernah mereka laporkan ke Polres Jakarta Selatan, pada 9 Oktober 2012 dengan Laporan Nomor: LP/1964/K/X/2012/PMJ/Resto Jaksel tanggal 09 Oktober 2012. Pada 26 November 2012 MM ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat Pasal 290 KUHP tentang Pencabulan dengan hukuman 7 tahun penjara. Tapi sang ustaz tidak ditahan.
"Kami merasa ini sangat tidak adil. Polisi di mana keadilan itu. Anak kami sudah menjadi korban, tapi tersangka bebas, kami minta pelaku cepat ditangkap. Kalau pelaku bebas bagaimana anak kami pak polisi tolong ditegakan keadilan," ujar RS ibu dari AL.
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, mempertanyakan langkah penyidik Polrestro Jakarta Selatan karena menjerat pelaku pencabulan di bawah umur dengan Pasal KUHP. Padahal, UU RI telah mengakomodasi hal tersebut dengan Undang-Undang Perilndungan Anak (UUPA).
"Penggunaan Pasal 290 KUHP tersebut mengoyak rasa keadilan. Dari pengalaman melakukan advokasi anak di bawah umur yang menjadi korban pelecehan seksual, selayaknya pelaku dijerat dengan Pasal 82 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak untuk pasal primer. Adapun Pasal 290 KUHP hanya digunakan sebagai pasal subsider" kata Arist.
Menurutnya pasal pada KUHP memiliki kelemahan dalam menjerat pelaku pencabulan anak di bawah umur. Di pasal itu memungkinkan pelaku berdalih perbuatan cabulnya didasarkan pada azas suka sama suka. Sementara, dalih tersebut tak berlaku pada Undang-Undang Perlindungan Anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar